18 THN USIA TEATER 'O' USU
18 tahun lalu beberapa anak muda terlihat berlatih besik teater di open stage Taman Budaya Medan. Buoy Hardjo (alm) tampak sedang mengarahkan anak-anak muda yang sedang asyik mengolah tubuh agar lentur saat berhadapan dengan penontonnya.
Siapa mereka? Ternyata mereka itulah anak-anak muda yang sedang menyiapkan naskah 'SOK' adaptasi Buoy Hardjo. Mereka itulah cikal bikal penerus teater Sumatera Utara yang mengusung nama besar kampus USU dengan nama teater " O".
Kini sudah 18 tahun mereka malang melintang di dunia seni teater. Yulhasni sebagai sinyoren masih terus memperhatikan adik-adiknya dalam menekuni seni teater yang tak pernah menjanjikan apa-apa itu.
Julhasi menulis dan menulis. Yusrianto juga. Walau mereka sudah lama menyelesaikan studinya di USU, namun kepudilian apada almamater terus membara mengisi ruang gerak keseharian mereka. Tak banyak yang dapat mengikuti jejak mereka. Jumahir yang penulis kenal entah dimana sekarang.
Teater " O" telah memiliki identitas. Karikutaral ada ciri khas mereka. Mereka menghibur penontonnya. Mereka juga meng-kritik situasi dengan gaya mereka yang khas seperti dalam lakon " Raja Tebalek" yang di tulis Yusrianto Nasution.
Sekarang ini teater KAMPUS memang telah ikut menentukan maju mundurnya seni teater di Sumatera Utara. Dengan adanya pemberian anugerah seni saat sebelum pertunjukan di gelar,
18 tahun lalu beberapa anak muda terlihat berlatih besik teater di open stage Taman Budaya Medan. Buoy Hardjo (alm) tampak sedang mengarahkan anak-anak muda yang sedang asyik mengolah tubuh agar lentur saat berhadapan dengan penontonnya.
Siapa mereka? Ternyata mereka itulah anak-anak muda yang sedang menyiapkan naskah 'SOK' adaptasi Buoy Hardjo. Mereka itulah cikal bikal penerus teater Sumatera Utara yang mengusung nama besar kampus USU dengan nama teater " O".
Kini sudah 18 tahun mereka malang melintang di dunia seni teater. Yulhasni sebagai sinyoren masih terus memperhatikan adik-adiknya dalam menekuni seni teater yang tak pernah menjanjikan apa-apa itu.
Julhasi menulis dan menulis. Yusrianto juga. Walau mereka sudah lama menyelesaikan studinya di USU, namun kepudilian apada almamater terus membara mengisi ruang gerak keseharian mereka. Tak banyak yang dapat mengikuti jejak mereka. Jumahir yang penulis kenal entah dimana sekarang.
Teater " O" telah memiliki identitas. Karikutaral ada ciri khas mereka. Mereka menghibur penontonnya. Mereka juga meng-kritik situasi dengan gaya mereka yang khas seperti dalam lakon " Raja Tebalek" yang di tulis Yusrianto Nasution.
Sekarang ini teater KAMPUS memang telah ikut menentukan maju mundurnya seni teater di Sumatera Utara. Dengan adanya pemberian anugerah seni saat sebelum pertunjukan di gelar,
membuktikan betapa peduli mereka dengan orang-orang yang menggeluti seni teater tanpa pamrih.
D. Rifai Harahap, pendiri teater Imago Medan, terlihat tampil pertama dihadapan penontonnya yang kemudian diikuti Edi Siswanto, Irwan Arby, Herwin Kampusi, Porman Wilson, dan Yondik Tanto pendiri D'Lick Teater Team yang sesehari dapat dilihat di Taman Budaya Medan.
Anugerah yang mereka berikan sangat besar sekali nilainya. Anugerah yang tulus, penghargaan yang datang dari lubuk hati yang paling dalam.
Setelah prosesi pemberian anugerah seni kepada 9 tokoh teater Suimatera Utara, pementasan 'Raja Tebalek' pun di mulai.
Bagaimana hasilnya? Tunggu kupasan pementasan teater " O" di jilid ke dua.